Jumat, 15 Desember 2017

Upaya mendorong anak mendirikan solat

Upaya Mendorong Anak Dirikan Shalat

Upaya mendorong anak dirikan shalat – Alangkah senangnya jika mempunyai anak-anak yang rajin shalat. Apalagi orangtua yang mempunyai banyak anak, namun taat melaksanakan ibadah wajib maupun sunat.

agar anak,mendirikan shalat,beribadah
Ilustrasi anak shalat (pixabay.com)

Anak yang mendirikan shalat cenderung menunjukkan sikap dan perilaku yang baik. Hormat dan santun pada orangtua, guru dan orang-orang sekitar yang lebih tua darinya. Memiliki watak dan kepribadian yang mudah dibentuk dan diarahkan.


Itu semua adalah buah manis dari amalan shalat yang dikerjakan anak. Tidak sia-sia jerih payah orangtua, guru dan orang-orang yang telah mendidik anak. Jerih payah orangtua terobati. Ilmu agama yang diberikan guru di sekolah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Sasaran utama pendidikan anak

Sasaran utama pendidikan anak bersifat menyeluruh. Tidak hanya dalam aspek kecerdasan intelektual (otak) semata. Kecerdasan spiritual dan emosional sangat mendesak untuk menjadi sasaran utama pendidikan anak, di lingkungan keluarga dan lembaga sekolah.

Anak yang cerdas di otak adalah penting namun yang lebih penting lagi adalah cerdas di hati dan bathin. Salah satu indikasi kecerdasan spiritual adalah ketaatan seorang  anak dalam melakukan praktik ibadah dalam kehidupan. Contoh paling nyata adalah mengerjakan shalat 5 waktu sehari semalam.

Dimulai dari lingkungan keluarga

Kebiasaan-kebiasaan yang baik seorang anak di lingkungan sosial-masyarakat sesungguhnya berawal dari lingkungan keluarga. Rumah tangga menjadi lembaga pendidikan non-formal yang strategis untuk menanamkan kebiasaan baik bagi anak.

Orangtua adalah pendidik profesional yang paling berkompeten dalam menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik itu. Lembaga pendidikan sekolah bertugas mengembangkan nilai-nilai karakter baik sudah ditanamkan di lingkungan keluarga.

Jika anak sudah terlatih melaksanakan ibadah sejak dini di rumah tangga, insyaalah kebiasaan itu akan dapat dibawa anak ke luar lingkungan keluarga. Misalnya ketika anak suatu saatu saat harus meninggalkan rumah. 

Melanjutkan pendidikan, mendapat tugas, atau membentuk keluarga baru dan pergi ke daerah lain. Di mana pun mereka berada, ibadah shalat tidak pernah dilalaikan anak.

Mungkin seperti itu yang dikatakan orangtua yang sukses mendidik anak. Barangkali seperti itu juga guru yang berhasil di sekolah. Berhasil menumbuhkembangkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai karakter yang baik pada peserta didik.

Mengapa anak malas mengerjakan shalat?
Di sisi lain masih banyak anak yang malas, atau paling tidak, lalai melaksanakan shalat wajib. Realita ini masih menyisakan ‘pekerjaan rumah’ yang perlu diselesaikan oleh para orangtua maupun guru di sekolah.

Anak yang malas mengerjakan shalat disebabkan oleh belum meresapnya hikmah shalat ke dalam sanubari anak. Selain itu, kondisi lingkungan siswa tidak menciptakan suasana yang memungkinkan anak untuk mau melaksanakan shalat.

Tentu masih ada orangtua yang lupa tentang hal ini. Bukan tidak peduli melainkan tidak sempat barangkali untuk memperhatikan soal ibadah, soal shalat anak-anaknya. Mungkin karena terlalu sibuk mencari nafkah keluarga.

Apapun alasannya, shalat itu wajib dikerjakan oleh anak. Melalui shalat anak dapat berdoa dan minta tolong kepada Allah agar dibukakan pintu hati untuk belajar dan menerima pelajaran. Dimudahkan dalam mengerjakan soal-soal ujian setelah bersusah payah mengulang pelajaran.

Upaya yang perlu dilakukan

Jika anak malas, atau lalai mengerjakan shalat. Sebagai orang tua tak perlu khawatir dengan kondisi ini. Namun demikian harus berupaya untuk menciptakan situasi anak terdorong untuk mengerjakan shalat.

Mengapa tak perlu khawatir? Jika anak masih usia sekolah dasar, masih ada kesempatan untuk membiasakan anak taat mendirikan shalat. Begitu pula pada usia sekolah menengah. Pada masa ini anak masih banyak waktu bersama keluarga, sehingga masih bisa untuk menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk mengerjakan shalat.

#1.Contoh kedua orangtua
Kedua orangtua memang harus shalat dan itu diketahui oleh anak. Sebenarnya ini bukanlah yang asing bagi kita. Sudah sering telinga kita mendengar, kalau menyuruh anak shalat maka orangtuanya perlu memberikan contoh terlebih dulu.

#2.Menciptakan suasana kondusif
Suasana kondusif artinya situasi yang memungkinkan anak untuk ingat akan shalat. Misalnya, menyediakan kalender atau almanak yang memuat jadwal shalat di kamar anak atau di tempat yang mudah terlihat oleh anak.

Jika waktu shalat telah masuk, atau suara azan telah berkumandang, jangan bosan mengingatkan atau mengajak anak untuk segera berwudhuk dan menunaikan shalat. Jika anak pergi ke luar rumah, mungkin perlu diingatkan, sudah shalat atau belum. Kalau waktu shalat sudah masuk, sebaiknya shalat dulu sebelum berangkat.

Jika memungkinkan, sediakan ruang khusus untuk shalat di rumah. Ruang ini juga berfungsi untuk tempat meletakkan al Qur’an. Hal ini akan mendorong anak untuk membaca al Qur’an selesai shalat.

Bagaimana jika anak berada di tempat lain, misalnya sekolah dan kost di kota lain? Dalam komunikasi jarak jauh, mungkin ada baiknya ditanyakan terlebih dulu bagaimana shalatnya. Barangkali sebagai orang tua, tak salah hal ini dilakukan juga meski anak sudah berkeluarga sekalipun.

Tentu saja, masih banyak upaya lain yang perlu dilakukan oleh orangtua untuk mengingatkan anak mengerjakan shalat wajib 5 waktu sehari semalam. Paling tidak, uraian di atas menjadi inspirasi khususnya bagi orangtua.
Sumber :http://www.matrapendidikan.com/2016/02/upaya-mendorong-anak-dirikan-shalat.html


Pelatihan Memory Choach

Senin, 13 Maret 2017

Memory Choach dan Manfaat Permainan Rubik More

BRTT Ala Santri

Senin, 16 Oktober 2017

Berkeliling kampung sekitar Eco Pesantren More

Anak yang Shaleh Adalah Buah Keshalehan Orang Tuanya More

Dalam al-Quran, Allah SWT merupakan pendidik dan guru terbaik bagi seluruh makhluk-Nya. Dialah yang mengatur dan mengelola alam semesta ini. More



© 2023 smpdtbs All rights reserved.