Rabu, 29 Agustus 2018

Lomba Tumpeng Civitas

Alhamdulillah tepat di tanggal 17 Agustus 2018 tim akhwat smp dtbs putra mengikuti lomba merias tumpeng antar civitas SMP, SMK, dan SMA. kegiatan ini diikuti oleh delapan orang guru akhwat dari tim smp dtbs putra. Tim smp dtbs putra merias dua tumpeng yang sudah disediakan dengan tema "Memperingati HUT Republik Indonesia ke-73". Kegiatan ini juga sebagai salah satu sarana silaturahim antar civitas agar tercipta kerjasama dan kebersamaan antar civitas. Maknanya adalah mempererat tali persaudaraan. Semoga kegiatan ini akan terus berlangsung setiap tahunnya.

Ibu Aline Novita Dewi, M.Pd menyatakan bahwa, "kegiatan ini bagus sekali dilaksanakan setiap tahunnya, agar seluruh civitas dapat bersilaturahim serta mempererat rasa persaudaraan. Meskipun kita beda divisi tapi kita tetap dalam satu naungan DT. Semoga menambah riyadah kita dalam membangun tali silaturahim".

mengutip dari lama http://dewantaramagazine.blogspot.com/2015/03/makna-simbolis-nasi-tumpeng.html menyatakan bahwa tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut; karena itu disebut pula ‘nasi tumpeng’. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah bundar tradisional dari anyaman bambu) dan di daun pisang batu.

Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.

Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, “Tumpeng” merupakan akronim dalam bahasa Jawa: yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya “Buceng”, dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh). Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan).

Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra’ ayat 80:

“Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan”.

Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.


Pengumuman Kelulusan Seleksi PPDB SMP DTBS Tahun Ajaran 2018-2019 Pelaksanaan Seleksi 6 Januari 2018 More

ECO BERKEBUN

Senin, 30 Mei 2016

Mulok Cinta Lingkungan More

Pawai Obor 2018

Rabu, 12 September 2018

SMP DTBS PUTRA More

Pengumuman Kelulusan Seleksi PPDB SMP DTBS Tahun Ajaran 2019-2020 Pelaksanaan Seleksi 12,19,26 januari 2019 More



© 2023 smpdtbs All rights reserved.